Video dapat di download disini
Minggu, 30 Juni 2013
Senin, 10 Juni 2013
Jurnal Ilmiah
Paradigma Penelitian Kualitatif dan Penyusunan Teori
Aliyah Hamka
Program
Studi Ilmu Pendidikan FKIP UHAMKA Jakarta
Research, essentially is a means to identify and to reinforce truth. Qualitative research is one of means (method) to reinforce the fact. While outcome of a research produce some theories that can be used to elaborate the beneficial science.
Keyword: Qualitative research
Tulisan ini disusun berdasarkan pembahasan dari 4 buku,
yang berkenaan dengan penelitan naturalistik. Ke empat buku penelitian
naturalistik tersebut masing-masing ditulis oleh Barney G. Glaser & Anselm
L. Strauss, Yvonna S. Lincoln & Egon G. Guba, LeCompte dan Lexy J. Moleong.
Umumnya bagian yang dibahas dalam buku-buku tersebut membahas tentang paradigma
dan penyusunan teori dalam penelitian naturalistik. Tulisan ini menggambarkan
tentang isi, analisis dan strategis secara kriteria dari materi yang dibahas.
Paradigma Penelitian Naturalistik
Penelitian
pada hakekatnya merupakan wahana untuk menemukan atau untuk lebih membenarkan
kebenaran (Moleong, 1989:33). Perumusan konsep kebenaran menurut Lincoln dan
Guba ( (1985:14) adalah salah satu yang sukar dipahami. Julianne Ford
mengatakan bahwa kebenaran mempunyai 4 makna yang berbeda. Simbol yang
diberikan untuk kebenaran, yaitu Truth 1, Truth 2, Truth 3, Truth 4. Truth 4
dikenal sebagai kebenaran empiris, Truth 3 dikenal sebagai kebenaran logis,
Truth 2 sebagai kebenaran etis dan Truth 1 dikenal sebagai kebenaran metafisika
(Lincoln & Guba,1985:15).
Kepercayaan
yang bersifat metafisik kadang dirumuskan sebagai sistem berfikir yang
memberikan beberapa pendapat tentang hakekat kenyataan. Penggunaa metode
tertentu merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui apa
yang diinginkan dari hakekat kenyataan. Usaha untuk mengejar kebenaran
dilakukan oleh para filosof, peneliti, maupun para praktisi melalui model-modal
tertentu yang dikenal dengan paradigma. Paradigma menurut Bogdan dan Biklen
yang dikutip oleh Moleong (1989) adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi
yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengerahkan cara berfikir dan
penelitian.
Lincoln
dan Guba membagi paradigma menjadi 2 bagian, yaitu paradigma positivisme
(Positivist paradigm) dan paradigma alamiah (naturalist Paradigma). Aksioma
dari keduanya berbeda satu sama lain, paradigma positivisme berakar dari
paradigma Comte & Durkheim, yang bertujuan mencari fakta dan
penyebab fenomena sosial, serta kurang mempertimbangkan keadaan subjektif
individu, sedangkan paradigma naturalistic bersumber dari pandangan Max Webber
yang dikembangkan oleh Duetcher mengemukakan pandangan fenomonologi yang
bertujuan untuk memahami perilaku manusia dari segi berpikir maupun bertindak.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang perbedaan kedua pandangan itu,
maka dibuatiah label dibawah ini:
Secara
terinci dan jelas dikemukakan lima aksioma dari Lincoln dan Guba yang disarikan
oleh Moleong(1989), yaitu:
1: Hakikat Kenyataan
(antologi)
Menurut
positivisme: terdapat kenyataan tunggal, nyata, terbagi-bagi ke dalam variabel
benas, dan proses yang dapat diteliti secara terpisah dari yang lainnya.
Penelitian ini dapat dikonvergensikan sehingga kenyataan pada akhirnya dapat
dikontrol dan diramalkan.
Menurut
naturalistik: terdapat kenyataan yang bersifat ganda dan hanya dapat diteliti
secara holistik. Pendekatan terhadap kenyataan yang bersifat ganda, menyebabkan
pengontrol dan peramalan tidak perlu dilakukan.
Aksioma 2: Hubungan
Antara Pencari Tahu dan yang Tabu
Menurut
positivisme: Pencari tahu dan objek penelitian adalah bebas. Pencari tahu dan
yang tahu membentuk dualisme yang diskrit.
Menurut
naturalistik: Pencari tahu dan yang tahu akan saling berinteraksi bersama-sama
secara aktif saling mempengaruhi, satu [I sama lain tidak dapat dipisahkan. '*
Aksioma 3: Kemungkinan
Menggeneralisasi
Menurut
positivisme: tujuan penelitian adalah mengembangkan pengetahuan yang nomotetik
dalam bentuk generalisasi, yaitu pernyataan besar yang bebas dari waktu dan
konteks.,
Menurut
naturalistik: generalisasi pada paradigma naturalistik adalah terbatas pada
waktu dan konteks yang mengikat hipotesis kerja dan hanya memberi gambaran
tentang kasus perorangan.
Aksioma 4: Kemungkinan
Hubungan Sebab-Akibat
Menurut
positivisme: setiap tindakan dapat diterangkan sebagai hasil atau akibat dari
suatu sebab sesungguhnya yang mendahuli akibat tersebut secara sementara (atau
kemungkinan terjadi bersama-sama dengan hal itu).
Menurut
naturalistik: selalu membentuk suatu keutuhan, namun tetap berada dalam keadaan
yang memperngaruhi secara bersama-sama untuk mempertajam masalah yang diteliti
sehingga tidak dibedakan lagi mana penyebab dan akibat.
Aksioma 5:
Peranan Nilai Dalam Penelitian (Aksiologi)
Menurut
positivisme: penelitian adalah bebas nilai dan dapat dijarnin oleh kebaikan
pelaksanaan metode objektif.
Menurut
naturalistik: penelitian terikat nilai, paling tidak dalam cara yang lain,
yaitu dalam lima cara sebagai berikut:
1.
Penelitian dipengaruhi oleh nilai-nilai penelitian sebagai yang dinyatakan
dalam pemilihan masalah dan dengan menyusun kerangka, mengikat, dan memfokuskan
masalah itu.
2.
Penelitian dipengaruhi oleh pemilihan paradigma yang membimbing ke arah
penentuan masalah.
3.
Penelitian dipengaruhi oleh pemilihan teori substansif yang dimanfaatkan guna
membimbing pengumpulan dan analisis data serta penafsiran penemuan.
4.
Penelitian dipengaruhi oleh nilai-nilai yang berbeda dalam konteks.
5.
Atas dasar No. 1—4, maka penelitian beresonansi nilai (penguatan atau kongruen)
dan berdisonensi nilai (bertentangan). Masalah paradigma, teori dan konteks
harus menyatakan kongruensi nilai (beresonansi nilai) jika penelitian itu akan
menghasilkan suatu hasil yang berarti.
Pembahasan
yang mendalam tentang aksioma paradigma naturalistik dapat dilakukan dengan
menterjemahkan hakikatnya melalui asumsi-asumsi dasar. Asumsi-asumsi dasar
tersebut dikemukakan oleh Lincoln dan Guba yang dikutip oleh Moleong (1989),
yaitu:
1.
Asumsi tentang kenyataan ganda, dimana fokus paradigma naturalistik bersifat
kenyataan ganda yang berusaha untuk mengungkapkan gambaran yang terdalam dari
fokus masalah. Lapisan-lapiran yang terdalam dari fokus itu saling menyatu satu
sama lain.
2.
Asumsi tentang peneliti dan subjek, dimana suatu fenomena yang menggambarkan
terjadinya interaksi antara peneliti dengan subjek, namun sedapat mungkin
pengaruh subjektivitas dan interaksi harus dihindari.
3.
Asumsi hakikat pernyataan tentang kebenaran, dimana peneliti naturalistik
cenderung mengelak dari adanya generalisasi dan menyetujui deskripsi tebal (thick description) dan hipotesis kerja.
Perbedaan dan bukan kesamaan yang memberikan ciri terhadap konteks yang
berbeda. Begitu pula penelitian naturalistik mengacu kepada dasar pengetahuan
idiografik, yaitu yang mengarah pada pemahaman persitiwa atau kasus-kasus
tertentu.
Teori dan Kegunaannya Dalam Penelitian Kualitatif
a) Konsep Dasar
Snelbecker
yang dikutip oleh Moleong (1989) mengartikan teori sebagai seperangkat
proposisi yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai wahana untuk
merarnalkan dan menjelaskan fenomena yang diamari. Sedangkan Mark dan Goodson
mengartikan tori sebagai aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat
proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri dari atas
representasi sibmolik dari (1) hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara
kejadian-kejadian (yang diukur), (2) mekanisme atau struktur yang diduga
mendasari hubungan-hubungan demikian, dan (3) hubungan-hubungan yang
disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data dan yang diamani
tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apa pun secara langsung (moleong,
1989:38).
Dari
segi fungsi, teori dapat ditinjau dari dua pendapat yang ternyata banyak
persamaannya. Pertama, Snelbecker
menyatakan terdapat 4 fungsi teori, yaitu: (1) mensistematiskan penemuan-
penemuan penelitian, (2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis yang
membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (3) membuat ramalan atas dasar
penemuan, dan (4) menyajikan penjelasan untuk menjawab pertanyaaan.
Kedua, Glaser
dan Strauss mengkhususkan fungsi teorinya pada sosiologi, namun dapat berlaku
untuk bidang lainnya, yang menyatakan: (1) memberikan kesempatan untuk meramal
dan menerangkan perilaku, (2) bermanfaat dalam menemukan teori sosiologi, (3)
digunakan dalam spesifikasi praktis, dimana peramalan dan penjelasannya harus
memberikan pengertian kepada para praktisi dan beberapa pengawasan terhadap
situasi, (4) memberikan perspekif bagi perilaku, yaitu pandangan yang harus
dijaring dari data, dan (5) membimbing serta menyajikan gaya bagi penelitian
dalam beberapa bidang perilaku.
Moleong
(1989) mengatakan bahwa pendapat kedua ahli di atas memiliki kesamaan dalam
fungsi teori, guna menjelaskan dan rneramalkan fenomena. Sedangkan perbedaannya
terletak pada anggapan tentang hipotesis. Snelbecker memandang hipotesis
sebagai bagian periferi suatu teori yang menghubungkan teori dengan fenomena,
sedangkan Glaser dan Strauss menganggap bahwa hipotesis itulah inn teori yang
diperoleh dari data.
b) Unsur-unsur Teori
Moleong (1989)
mengatakan bahwa adapun unsur-unsur teori yang dibentuk melalu analsisis
perbandingan, adalah: (1) kategori konseptual dan kawasan konseptualnya, (2)
hipotesis atau generalisasi di antara kategori dan kawasannya serta integrasi.
Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing unsur di atas, yaitu: A. Kategori
konseptual dan kawasannya
Kategori
adalah unsur konseptual suatu teori, sedangkan kawasan (property) adalah unsur dari kategori.
Sebenarnya kategori maupun kawasan tidal lain adalah konsep yang ditunjukkan
oleh data yang berbeda dalam tingkat konseptualnya. Bila kategori atau
kawasannya telah diperoleh, maka bila terjadi perubahan pada data yang pada
mulanya menyatakannya, kategori atau kawasan itu akan tetap, tidak berubah atau
menjadi jelas ataupun meniadakannya .
Hipotesis
Unsur teori yang kedua ini dicapai melalui analisis
perbandingan. Analisis perbandingan antara kelompok tidak menghasilkan
kategori, tetapi mempercepat adanya hubungan yang disimpulkan antara kelompok
tersebut, dua hal tersebut dinamakan hipoteis. Yang perlu diperhatikan adalah
bahwa status hipotesis ialah sesuatu yang disarankan, disamping itu hipotesis
senantiasi diverifikasi sepanjang penelitian itu berlangsung.
Integrasi
Integrasi teori artinya pemaduan unsur-unsur teori sehingga
lebih bermakna dan lebih kompak. Integrasi tersebu dilakukan pada hipotesis
yang muncul dari data pada tingkat keurnuman yang rendah maupun tinggi.
Integrasi teori itu dapat dimulai pada tingkatan yang umum, kemudian difokuskan
pada bidang yang lebih khusus. Sedangkan teori diacukan pada data dengan
dibimbing oleh hipotesis terbatas sesuai dengan situasi yang ditemukan dari
data. Di bawah ini di kemukakan oleh Glaser dan Strauss tentang contoh unsur-unsur
toeri menurut jenis teori substansif maupun teori formal, yaitu:
Penyusunan Teori
Pada bagian dibawah ini dikemukakan teori dan kegunaan,
yaitu:
1. Pengunaan teori formal satu bindang.
Peneliti dapat menggunakan dua cara penulisan, yaitu penulisan
yang berasal dari teori substansif dan berasal hanya dari satu bidang
substansif. Peneliti dapat melakukannya dengan cara menghapus kata-kata
substansif, frase, atau kata-kata sifat. Dengan jalan penulisan demikian, maka
peneliti menerapkan cara penulisasn substansif, kemudian merubah titik
perhatiannya dari kepedulian substansif menjadi kepedulian. Dalam hal ini
penulis meneliti teori formal satu bidang atas dasar teori subtansif dan tidak
menyusun teori formal langsung dari data.
2. Penyusunan teori formal bidang ganda
Untuk menyusun teori formal perlu digunakan logika
sebagaimana digunakan oleh teori subtansif, logika itu akan memberikan petunjuk
efektif untuk memilih kelompok ganda dari satu bidang substansif. la juga
memperoleh petunjuk untuk memperoleh lebih banyak data dari berbagai jenis
bidang subsantif. Proses analisis perbandingan yang digunakan untuk menyusun
teori subtansif. Hanya perlu dikemukakan bahwa proses untuk teori formal akan
lebih sukar karena tingkatannya lebih abstrak dan cakupan penelitiannya jauh
lebih luas. Jika sukar dan waktu yang digunakan terlalu lama, peneliti
dianjurkan agar bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikannya.
3. Kegunaan teori formal
Teori Formal yang berasal dari analisis bidang substansif
kegunaannya dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a) Menguji teori formal dari para ahli terkenal, cara ini
banyak dilakukan.
b) Melalui cara konvensional, mengalasis secara sistematis,
membandingkan hasil-hasil melalui arahan dan bimbingan teori pokok.
c) Menerapkan beberapa teori formal yang sudah dketahui
peneliti pada bidang substansif dalam usaha memberikan arti yang lebih besar
terhadap isinya, hal ini dilakukan setelah data terkumpul.
d) Penyusunan teori yang dimulai dengan kerangka berpikir
yang agak longgar tentang gagasan atau teori formal, nation, konsep, atau
hipotesis mengenai bidang substansif yang sedang dipikirkan.
Verifikasi Teoti
Pengecekan terhadap teori dapat dilakukan secara implicit
dan eksplisit dan dilakukan secara berkesinambungan semenjak data di lapangan
masuk. Verifikasi implicit dapat membimbing peneliti ke arah: (1) pembentukan
uniformitas dan universalitas pokok, (2) variasi strategis dari teori pada
kondisi yang berbeda, (3) modifikasi teori dari dasar.
Melalui verifikasi suatu teori, peneliti mungkin juga akan
menemukan teori baru, tetapi pada dasarnya fokus utama hanya pada pengujian
suatu teori, jika suatu teori bru ditemukan hal ini hanya merupakan sambilan
saja.
Aspek-aspek yang Berkaitan dengan Teori
Menurut Moleong (1989) terdapat beberapa persoalan yang
berkaitan dengan teori yaitu (1) generalisais, (2) kausalitas, (3) emik-etnik.
Persoalan generalisasi
1. Persoalan ini berkaitan dengan :
a) Konsep dasar generalisasi
Generalisasi mempertahankan nilai-nilai yang bebas konteks
dan nilai-nilai tersebut terletak pada kemampuan mengatur usaha meramalkan dan
mengontrol.
b) Kelemahan-kelemahan konsep generalisasi klasik, yaitu:
• Bergantung pada determinisme
• Bergantung pada logika induktif
• Bergantung pada asumsi bebas dari waktu dan konteks
• Terjerat dalam dilemma nomotetik-idiografik
• Terjerat dalam kekeliruan reduksionis
c) Generalisasi alamiah sebagai suatu alternatif
Menurut Stake ada dua jensi generalisasi, yaitu (1)
rasionalistik, secara proporsional dalam bentuk hukurn yaitu makna
yang biasanya diterapkan dalam wacana ilmiah, (2) intuitif dan empiris,
berdasarkan pengalaman langsung sesuai dengan makna yang dimaksud oleh
istilah generalisasi ilmiah
d) Hipotesis kerja sebagai generalisasi alamiah
2. Persoalan kausalitas
Lofland (1989) menyatakan bahwa sangat tepat apabila
peneliti ingin mengetahui sebab akibat, sejauh ia mengenal apapun yang
berkenaan ataupun penjelasan yang dibuat peneliti dan tentu saja perlu mengacu
pada conjecture atau hipotesis.
3. Persoalan emik-etik
Pendekatan emik merupakan esensi yang sahih untuk satu
bahasa atau satu kebudayaan pada waktu tertentu. Pendekatan ini merupakan usaha
untuk mengungkapkan dan menguraikan pola suatu bahasa atau kebudayaan tertentu
dari cara unsur-unsur bahasa atau kebudayaan itu berkaitan satu dengan yang
lainnya dalam melakukan rungsi sesuai dengan pola tersebut. Dengan demikian
persoalan emik atau struktural yang berarti peneleti berasumsi bahwa perilaku
manusia terpola dalam sistem itu sendiri. Sedangkan bila seseorang menggunakan
pendekatan etik terhadap data, maka ia melakukan generalisasi dimana ia: (1)
mengelompokkan secara sistematis seluruh data yang dapat diperbandingkan,
seluruh kebudayaan dunia ke dalam sistem tunggal, (2) menyediakan seperangkat
kriteria untuk mengklasifikasikan setiap unsur data, (3) mengorganisasikan data
yang telah diklasifikasikan ke dalam beragam tipe, (4) mempelajari, menemukan
dan menguraikan setiap data baru yang ditemukan ke dalam kerangka sistem yang
telah dibuah sebelum mempelajari kebudayaan dari data yang ditemukan.
a) Titik pandang " dari dalam" dan "ke
luar"
b) Hubungan dengan keseluruhan
c) Hakihat fisik, respons, dan distribusi
d) Identitas
e) Titik tolak dari segi nilai
Kesimpulan
Paradigma
merupakan kumpulan longgar sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau
proposisi yang mengarah cara berpikir dan penelitian. Paradigma terdiri atas
paradigma positivism dan alamiah. Ada lima aksioma yang mendasari paradigma
tersebut, yaitu hakikat kenyataan, hubungan antara pencari tahu dengan yang
tahu, kemungkinan generalisasi, kemungkinan hubungan kausalitas dan peran nilai
dalam intuisi.
Sedangkan
teori adalah sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis,
yang berhubungan dengan fenoma alamiah, serta teori dari dasar yang berasal
dari data. Juga diuraikan fungsi teori, baik dalam sosiologi maupun ilmiah
serta perbedaan pokok pendapat tersebut yaitu terletak pada anggapan tentang
hipotesis. Kemudian pengertian serta perbedaan teori substansif dan formal, unsur-unsur
sebuah teori, dan hipotesis.
Bentuk
formulasi teori di dalam penelitian kualitatif terdiri dari proposisi dan
diskusi. Secara proposisi, menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan logis dan
bermakna, baik secara uraian maupun pertanyaan. Terakhir dipaparkan tentang
penyusunan teori formal langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung
terbagi pula ke dalam teori formal satu bidang dan teori formal bidang ganda.
Daftar Pustaka
Glaser, Barney G. & Anselm L. Strauss. 1980. The
Discovery of Grounded Theory. New York: Adlinie Publishing Company.
Cuba, Egon G. 1978. Toward a Metkooologi of
Naturalistic-Inquiry in Educational Evaluation. Los Angeles: Center of The
Studi of Evoluation. UCLA Graduate School of Education, University of
California, LA.
Lincoln, Ivonna S. & Egon G. Cuba. 1985. Naturalistic
Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications.
Moleong Lexy. MA., DR. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Remaja. Karya. CV. Bandung 1989.
Deddy Mulyana, MA. DR. Metodologl Penelitian
Kualitatif. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Badung. 2002
Sugiyono DR. Metode Penelitian A.dministrasi, Penerbit
Alfabet: Bandung. 1998.
http://jurnal.pustakaindonesia.com/artikel-jurnal-pendidikan/53-paradigma-penelitian-kualitatif-dan-penyusunan-teori.html?start=1
Langganan:
Postingan (Atom)