Senin, 10 Juni 2013

Jurnal Ilmiah



Paradigma Penelitian Kualitatif dan Penyusunan Teori

Aliyah Hamka
Program Studi Ilmu Pendidikan FKIP UHAMKA Jakarta

Research, essentially is a means to identify and to reinforce truth. Qualitative research is one of means (method) to reinforce the fact. While outcome of a research produce some theories that can be used to elaborate the beneficial science.
Keyword: Qualitative research 
Tulisan ini disusun berdasarkan pembahasan dari 4 buku, yang berkenaan dengan penelitan naturalistik. Ke empat buku penelitian naturalistik tersebut masing-masing ditulis oleh Barney G. Glaser & Anselm L. Strauss, Yvonna S. Lincoln & Egon G. Guba, LeCompte dan Lexy J. Moleong. Umumnya bagian yang dibahas dalam buku-buku tersebut membahas tentang paradigma dan penyusunan teori dalam penelitian naturalistik. Tulisan ini menggambarkan tentang isi, analisis dan strategis secara kriteria dari materi yang dibahas.

Paradigma Penelitian Naturalistik
Penelitian pada hakekatnya merupakan wahana untuk menemukan atau untuk lebih membenarkan kebenaran (Moleong, 1989:33). Perumusan konsep kebenaran menurut Lincoln dan Guba ( (1985:14) adalah salah satu yang sukar dipahami. Julianne Ford mengatakan bahwa kebenaran mempunyai 4 makna yang berbeda. Simbol yang diberikan untuk kebenaran, yaitu Truth 1, Truth 2, Truth 3, Truth 4. Truth 4 dikenal sebagai kebenaran empiris, Truth 3 dikenal sebagai kebenaran logis, Truth 2 sebagai kebenaran etis dan Truth 1 dikenal sebagai kebenaran metafisika (Lincoln & Guba,1985:15).
Kepercayaan yang bersifat metafisik kadang dirumuskan sebagai sistem berfikir yang memberikan beberapa pendapat tentang hakekat kenyataan. Penggunaa metode tertentu merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui apa yang diinginkan dari hakekat kenyataan. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filosof, peneliti, maupun para praktisi melalui model-modal tertentu yang dikenal dengan paradigma. Paradigma menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Moleong (1989) adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengerahkan cara berfikir dan penelitian.
Lincoln dan Guba membagi paradigma menjadi 2 bagian, yaitu paradigma positivisme (Positivist paradigm) dan paradigma alamiah (naturalist Paradigma). Aksioma dari keduanya berbeda satu sama lain, paradigma positivisme berakar dari paradigma Comte & Durkheim, yang bertujuan mencari fakta dan penyebab fenomena sosial, serta kurang mempertimbangkan keadaan subjektif individu, sedangkan paradigma naturalistic bersumber dari pandangan Max Webber yang dikembangkan oleh Duetcher mengemukakan pandangan fenomonologi yang bertujuan untuk memahami perilaku manusia dari segi berpikir maupun bertindak. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang perbedaan kedua pandangan itu, maka dibuatiah label dibawah ini:
Secara terinci dan jelas dikemukakan lima aksioma dari Lincoln dan Guba yang disarikan oleh Moleong(1989), yaitu:
1: Hakikat Kenyataan (antologi)
Menurut positivisme: terdapat kenyataan tunggal, nyata, terbagi-bagi ke dalam variabel benas, dan proses yang dapat diteliti secara terpisah dari yang lainnya. Penelitian ini dapat dikonvergensikan sehingga kenyataan pada akhirnya dapat dikontrol dan diramalkan.
Menurut naturalistik: terdapat kenyataan yang bersifat ganda dan hanya dapat diteliti secara holistik. Pendekatan terhadap kenyataan yang bersifat ganda, menyebabkan pengontrol dan peramalan tidak perlu dilakukan.
Aksioma 2: Hubungan Antara Pencari Tahu dan yang Tabu
Menurut positivisme: Pencari tahu dan objek penelitian adalah bebas. Pencari tahu dan yang tahu membentuk dualisme yang diskrit.
Menurut naturalistik: Pencari tahu dan yang tahu akan saling berinteraksi bersama-sama secara aktif saling mempengaruhi, satu [I sama lain tidak dapat dipisahkan. '*
Aksioma 3: Kemungkinan Menggeneralisasi
Menurut positivisme: tujuan penelitian adalah mengembangkan pengetahuan yang nomotetik dalam bentuk generalisasi, yaitu pernyataan besar yang bebas dari waktu dan konteks.,
Menurut naturalistik: generalisasi pada paradigma naturalistik adalah terbatas pada waktu dan konteks yang mengikat hipotesis kerja dan hanya memberi gambaran tentang kasus perorangan.
Aksioma 4: Kemungkinan Hubungan Sebab-Akibat
Menurut positivisme: setiap tindakan dapat diterangkan sebagai hasil atau akibat dari suatu sebab sesungguhnya yang mendahuli akibat tersebut secara sementara (atau kemungkinan terjadi bersama-sama dengan hal itu).
Menurut naturalistik: selalu membentuk suatu keutuhan, namun tetap berada dalam keadaan yang memperngaruhi secara bersama-sama untuk mempertajam masalah yang diteliti sehingga tidak dibedakan lagi mana penyebab dan akibat.
Aksioma 5: Peranan Nilai Dalam Penelitian (Aksiologi)
Menurut positivisme: penelitian adalah bebas nilai dan dapat dijarnin oleh kebaikan pelaksanaan metode objektif.
Menurut naturalistik: penelitian terikat nilai, paling tidak dalam cara yang lain, yaitu dalam lima cara sebagai berikut:
1. Penelitian dipengaruhi oleh nilai-nilai penelitian sebagai yang dinyatakan dalam pemilihan masalah dan dengan menyusun kerangka, mengikat, dan memfokuskan masalah itu.
2. Penelitian dipengaruhi oleh pemilihan paradigma yang membimbing ke arah penentuan masalah.
3. Penelitian dipengaruhi oleh pemilihan teori substansif yang dimanfaatkan guna membimbing pengumpulan dan analisis data serta penafsiran penemuan.
4. Penelitian dipengaruhi oleh nilai-nilai yang berbeda dalam konteks.
5. Atas dasar No. 1—4, maka penelitian beresonansi nilai (penguatan atau kongruen) dan berdisonensi nilai (bertentangan). Masalah paradigma, teori dan konteks harus menyatakan kongruensi nilai (beresonansi nilai) jika penelitian itu akan menghasilkan suatu hasil yang berarti.
Pembahasan yang mendalam tentang aksioma paradigma naturalistik dapat dilakukan dengan menterjemahkan hakikatnya melalui asumsi-asumsi dasar. Asumsi-asumsi dasar tersebut dikemukakan oleh Lincoln dan Guba yang dikutip oleh Moleong (1989), yaitu:
1. Asumsi tentang kenyataan ganda, dimana fokus paradigma naturalistik bersifat kenyataan ganda yang berusaha untuk mengungkapkan gambaran yang terdalam dari fokus masalah. Lapisan-lapiran yang terdalam dari fokus itu saling menyatu satu sama lain.
2. Asumsi tentang peneliti dan subjek, dimana suatu fenomena yang menggambarkan terjadinya interaksi antara peneliti dengan subjek, namun sedapat mungkin pengaruh subjektivitas dan interaksi harus dihindari.
3. Asumsi hakikat pernyataan tentang kebenaran, dimana peneliti naturalistik cenderung mengelak dari adanya generalisasi dan menyetujui deskripsi tebal (thick description) dan hipotesis kerja. Perbedaan dan bukan kesamaan yang memberikan ciri terhadap konteks yang berbeda. Begitu pula penelitian naturalistik mengacu kepada dasar pengetahuan idiografik, yaitu yang mengarah pada pemahaman persitiwa atau kasus-kasus tertentu.



Teori dan Kegunaannya Dalam Penelitian Kualitatif
a) Konsep Dasar
Snelbecker yang dikutip oleh Moleong (1989) mengartikan teori sebagai seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai wahana untuk merarnalkan dan menjelaskan fenomena yang diamari. Sedangkan Mark dan Goodson mengartikan tori sebagai aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri dari atas representasi sibmolik dari (1) hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian (yang diukur), (2) mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan demikian, dan (3) hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data dan yang diamani tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apa pun secara langsung (moleong, 1989:38).
Dari segi fungsi, teori dapat ditinjau dari dua pendapat yang ternyata banyak persamaannya. Pertama, Snelbecker menyatakan terdapat 4 fungsi teori, yaitu: (1) mensistematiskan penemuan- penemuan penelitian, (2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis yang membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (3) membuat ramalan atas dasar penemuan, dan (4) menyajikan penjelasan untuk menjawab pertanyaaan.
Kedua, Glaser dan Strauss mengkhususkan fungsi teorinya pada sosiologi, namun dapat berlaku untuk bidang lainnya, yang menyatakan: (1) memberikan kesempatan untuk meramal dan menerangkan perilaku, (2) bermanfaat dalam menemukan teori sosiologi, (3) digunakan dalam spesifikasi praktis, dimana peramalan dan penjelasannya harus memberikan pengertian kepada para praktisi dan beberapa pengawasan terhadap situasi, (4) memberikan perspekif bagi perilaku, yaitu pandangan yang harus dijaring dari data, dan (5) membimbing serta menyajikan gaya bagi penelitian dalam beberapa bidang perilaku.
Moleong (1989) mengatakan bahwa pendapat kedua ahli di atas memiliki kesamaan dalam fungsi teori, guna menjelaskan dan rneramalkan fenomena. Sedangkan perbedaannya terletak pada anggapan tentang hipotesis. Snelbecker memandang hipotesis sebagai bagian periferi suatu teori yang menghubungkan teori dengan fenomena, sedangkan Glaser dan Strauss menganggap bahwa hipotesis itulah inn teori yang diperoleh dari data.
b) Unsur-unsur Teori
Moleong (1989) mengatakan bahwa adapun unsur-unsur teori yang dibentuk melalu analsisis perbandingan, adalah: (1) kategori konseptual dan kawasan konseptualnya, (2) hipotesis atau generalisasi di antara kategori dan kawasannya serta integrasi. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing unsur di atas, yaitu: A. Kategori konseptual dan kawasannya
Kategori adalah unsur konseptual suatu teori, sedangkan kawasan (property) adalah unsur dari kategori. Sebenarnya kategori maupun kawasan tidal lain adalah konsep yang ditunjukkan oleh data yang berbeda dalam tingkat konseptualnya. Bila kategori atau kawasannya telah diperoleh, maka bila terjadi perubahan pada data yang pada mulanya menyatakannya, kategori atau kawasan itu akan tetap, tidak berubah atau menjadi jelas ataupun meniadakannya .


Hipotesis
Unsur teori yang kedua ini dicapai melalui analisis perbandingan. Analisis perbandingan antara kelompok tidak menghasilkan kategori, tetapi mempercepat adanya hubungan yang disimpulkan antara kelompok tersebut, dua hal tersebut dinamakan hipoteis. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa status hipotesis ialah sesuatu yang disarankan, disamping itu hipotesis senantiasi diverifikasi sepanjang penelitian itu berlangsung.

Integrasi
Integrasi teori artinya pemaduan unsur-unsur teori sehingga lebih bermakna dan lebih kompak. Integrasi tersebu dilakukan pada hipotesis yang muncul dari data pada tingkat keurnuman yang rendah maupun tinggi. Integrasi teori itu dapat dimulai pada tingkatan yang umum, kemudian difokuskan pada bidang yang lebih khusus. Sedangkan teori diacukan pada data dengan dibimbing oleh hipotesis terbatas sesuai dengan situasi yang ditemukan dari data. Di bawah ini di kemukakan oleh Glaser dan Strauss tentang contoh unsur-unsur toeri menurut jenis teori substansif maupun teori formal, yaitu:





Penyusunan Teori
Pada bagian dibawah ini dikemukakan teori dan kegunaan, yaitu:
1. Pengunaan teori formal satu bindang.
Peneliti dapat menggunakan dua cara penulisan, yaitu penulisan yang berasal dari teori substansif dan berasal hanya dari satu bidang substansif. Peneliti dapat melakukannya dengan cara menghapus kata-kata substansif, frase, atau kata-kata sifat. Dengan jalan penulisan demikian, maka peneliti menerapkan cara penulisasn substansif, kemudian merubah titik perhatiannya dari kepedulian substansif menjadi kepedulian. Dalam hal ini penulis meneliti teori formal satu bidang atas dasar teori subtansif dan tidak menyusun teori formal langsung dari data.
2. Penyusunan teori formal bidang ganda
Untuk menyusun teori formal perlu digunakan logika sebagaimana digunakan oleh teori subtansif, logika itu akan memberikan petunjuk efektif untuk memilih kelompok ganda dari satu bidang substansif. la juga memperoleh petunjuk untuk memperoleh lebih banyak data dari berbagai jenis bidang subsantif. Proses analisis perbandingan yang digunakan untuk menyusun teori subtansif. Hanya perlu dikemukakan bahwa proses untuk teori formal akan lebih sukar karena tingkatannya lebih abstrak dan cakupan penelitiannya jauh lebih luas. Jika sukar dan waktu yang digunakan terlalu lama, peneliti dianjurkan agar bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikannya.
3. Kegunaan teori formal
Teori Formal yang berasal dari analisis bidang substansif kegunaannya dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a) Menguji teori formal dari para ahli terkenal, cara ini banyak dilakukan.
b) Melalui cara konvensional, mengalasis secara sistematis, membandingkan hasil-hasil melalui arahan dan bimbingan teori pokok.
c) Menerapkan beberapa teori formal yang sudah dketahui peneliti pada bidang substansif dalam usaha memberikan arti yang lebih besar terhadap isinya, hal ini dilakukan setelah data terkumpul.
d) Penyusunan teori yang dimulai dengan kerangka berpikir yang agak longgar tentang gagasan atau teori formal, nation, konsep, atau hipotesis mengenai bidang substansif yang sedang dipikirkan.

Verifikasi Teoti
Pengecekan terhadap teori dapat dilakukan secara implicit dan eksplisit dan dilakukan secara berkesinambungan semenjak data di lapangan masuk. Verifikasi implicit dapat membimbing peneliti ke arah: (1) pembentukan uniformitas dan universalitas pokok, (2) variasi strategis dari teori pada kondisi yang berbeda, (3) modifikasi teori dari dasar.
Melalui verifikasi suatu teori, peneliti mungkin juga akan menemukan teori baru, tetapi pada dasarnya fokus utama hanya pada pengujian suatu teori, jika suatu teori bru ditemukan hal ini hanya merupakan sambilan saja.
Aspek-aspek yang Berkaitan dengan Teori
Menurut Moleong (1989) terdapat beberapa persoalan yang berkaitan dengan teori yaitu (1) generalisais, (2) kausalitas, (3) emik-etnik. Persoalan generalisasi
1. Persoalan ini berkaitan dengan :
a) Konsep dasar generalisasi
Generalisasi mempertahankan nilai-nilai yang bebas konteks dan nilai-nilai tersebut terletak pada kemampuan mengatur usaha meramalkan dan mengontrol.
b) Kelemahan-kelemahan konsep generalisasi klasik, yaitu:
• Bergantung pada determinisme
• Bergantung pada logika induktif
• Bergantung pada asumsi bebas dari waktu dan konteks
• Terjerat dalam dilemma nomotetik-idiografik
• Terjerat dalam kekeliruan reduksionis
c) Generalisasi alamiah sebagai suatu alternatif
Menurut Stake ada dua jensi generalisasi, yaitu (1) rasionalistik, secara proporsional dalam bentuk hukurn yaitu makna yang biasanya diterapkan dalam wacana ilmiah, (2) intuitif dan empiris, berdasarkan pengalaman langsung sesuai dengan makna yang dimaksud oleh istilah generalisasi ilmiah
d) Hipotesis kerja sebagai generalisasi alamiah

2. Persoalan kausalitas
Lofland (1989) menyatakan bahwa sangat tepat apabila peneliti ingin mengetahui sebab akibat, sejauh ia mengenal apapun yang berkenaan ataupun penjelasan yang dibuat peneliti dan tentu saja perlu mengacu pada conjecture atau hipotesis.
3. Persoalan emik-etik
Pendekatan emik merupakan esensi yang sahih untuk satu bahasa atau satu kebudayaan pada waktu tertentu. Pendekatan ini merupakan usaha untuk mengungkapkan dan menguraikan pola suatu bahasa atau kebudayaan tertentu dari cara unsur-unsur bahasa atau kebudayaan itu berkaitan satu dengan yang lainnya dalam melakukan rungsi sesuai dengan pola tersebut. Dengan demikian persoalan emik atau struktural yang berarti peneleti berasumsi bahwa perilaku manusia terpola dalam sistem itu sendiri. Sedangkan bila seseorang menggunakan pendekatan etik terhadap data, maka ia melakukan generalisasi dimana ia: (1) mengelompokkan secara sistematis seluruh data yang dapat diperbandingkan, seluruh kebudayaan dunia ke dalam sistem tunggal, (2) menyediakan seperangkat kriteria untuk mengklasifikasikan setiap unsur data, (3) mengorganisasikan data yang telah diklasifikasikan ke dalam beragam tipe, (4) mempelajari, menemukan dan menguraikan setiap data baru yang ditemukan ke dalam kerangka sistem yang telah dibuah sebelum mempelajari kebudayaan dari data yang ditemukan.
a) Titik pandang " dari dalam" dan "ke luar"
b) Hubungan dengan keseluruhan
c) Hakihat fisik, respons, dan distribusi
d) Identitas
e) Titik tolak dari segi nilai









Kesimpulan
Paradigma merupakan kumpulan longgar sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarah cara berpikir dan penelitian. Paradigma terdiri atas paradigma positivism dan alamiah. Ada lima aksioma yang mendasari paradigma tersebut, yaitu hakikat kenyataan, hubungan antara pencari tahu dengan yang tahu, kemungkinan generalisasi, kemungkinan hubungan kausalitas dan peran nilai dalam intuisi.
Sedangkan teori adalah sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis, yang berhubungan dengan fenoma alamiah, serta teori dari dasar yang berasal dari data. Juga diuraikan fungsi teori, baik dalam sosiologi maupun ilmiah serta perbedaan pokok pendapat tersebut yaitu terletak pada anggapan tentang hipotesis. Kemudian pengertian serta perbedaan teori substansif dan formal, unsur-unsur sebuah teori, dan hipotesis.
Bentuk formulasi teori di dalam penelitian kualitatif terdiri dari proposisi dan diskusi. Secara proposisi, menghubungkan faktor-faktor dalam hubungan logis dan bermakna, baik secara uraian maupun pertanyaan. Terakhir dipaparkan tentang penyusunan teori formal langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung terbagi pula ke dalam teori formal satu bidang dan teori formal bidang ganda.
















Daftar Pustaka
Glaser, Barney G. & Anselm L. Strauss. 1980. The Discovery of Grounded Theory. New York: Adlinie Publishing Company.
Cuba, Egon G. 1978. Toward a Metkooologi of Naturalistic-Inquiry in Educational Evaluation. Los Angeles: Center of The Studi of Evoluation. UCLA Graduate School of Education, University of California, LA.
Lincoln, Ivonna S. & Egon G. Cuba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications.
Moleong Lexy. MA., DR. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja. Karya. CV. Bandung 1989.
Deddy Mulyana, MA. DR. Metodologl Penelitian Kualitatif. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Badung. 2002
Sugiyono DR. Metode Penelitian A.dministrasi, Penerbit Alfabet: Bandung. 1998.

http://jurnal.pustakaindonesia.com/artikel-jurnal-pendidikan/53-paradigma-penelitian-kualitatif-dan-penyusunan-teori.html?start=1